PENERAPAN SISTEM PEMIDANAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA YANG MENJUNJUNG TINGGI KEADILAN

Triputra, Yuli Asmara (2016) PENERAPAN SISTEM PEMIDANAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA YANG MENJUNJUNG TINGGI KEADILAN. Prosiding Penelitian Seminar Nasional Seri 6 "Menuju Masyarakat Madani dan Lestari". pp. 516-549.

Full text not available from this repository.

Abstract

Penerapan Sistem Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Jenis-jenis pidana pokok tidak dapat dijatuhkan secara kumulatif, sedangkan pada tindak pidana tersebut tertentu yang diancam dengan pidana pokok lebih dari satu selalu bersifat alternatif. Jenis-jenis pidana pokok bersifat imperatif, artinya jika tindak pidana terbukti dan yang dilakukan oleh orang yang karena dipersalahkan kepada pembuatnya, maka pidana pokok wajib dijatuhkan sesuai dengan yang diancamkan pada tindak pidana yang dilakukan oleh si pembuat. Berbeda dengan jenis-jenis pidana tambahan yang bersifat fakultatif, artinya tidak ada keharusan dijatuhkan. Apabila tindak pidana tertentu yang dilakukan si pembuat selain diancam dengan pidana pokok, diancam juga dengan salah satu jenis pidana tambahan. penjatuhan bergantung pada kebijakan mejelis hakim. Inilah yang dimaksud dengan fakultatif. Pidana tambahan tidak bisa dijatuhkan tanpa dengan pidana pokok. Tapi pidana pokok dijatuhkan boleh tanpa pidana tambahan. Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pembuat Percobaan, Pembantuan, dan Permufakatan Jahat Tindak Pidana Korupsi, Dalam hukum pidana telah ada standar objektif tertentu bagi orangorang yang berkualitas sebagai pembuat percobaan, pembuat tunggal (dader) atau pembuat pelaksana (pleger) dan bentuk-bentuk penyertaan lain, maupun yang perbuatannya dapat dimasukkan ke dalam orang yang melakukan permufakatan jahat sehingga jelas tidak dapat disamakan. Ketentuan Pasal 15 KUHP ini sama seperti ketentuan tentang persamaan beban pertanggungjawaban pidana antara “para pembuat peserta” (mededader) yang terdiri atas (1) pembuat pelaksana (pleger), (2) pembuat penyuruh (doen pleger), (3) pembuat peserta/pembuat turut serta (made pleger), dan pembuat pengajur (uitlokker) dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP dengan beban pertanggungjawaban pidana bagi pembuat tunggal (dader), dan bukanlah menyamakan pegertian atau syarat-syarat antara empat bentuk pernyertaan tersebut dengan pembuat tunggal.

Item Type: Article
Uncontrolled Keywords: Pertanggungjawaban pidana, Sistem Peradilan Pidana
Subjects: H Social Sciences > H Social Sciences (General)
Divisions: Mechanical Engineering > Proceeding and Seminar
Depositing User: Mrs Trisni Handayani
Date Deposited: 08 May 2023 09:54
Last Modified: 08 May 2023 09:54
URI: http://eprints.polsri.ac.id/id/eprint/13583

Actions (login required)

View Item View Item